Ngopi Neng Warung

Misran, Bertindak Lokal Berpikir Global

Memulai dari bilik papan, kini Misran berhasil membangun Puskesmas Pembantu
(pusban) senilai Rp 500 juta lebih. Memulai dengan door to door keliling
pemukiman kumuh, dan sesekali diusir warga kini dia dipercaya oleh 9 ribu lebih warga Kuala Samboja. Atas usahanya ini, ayak 4 anak ini didapuk pemerintah sebagai salah satu perawat teladan tingkat Kabupaten Kutai Kartanegara.

“Jangan lihat hasil sekarang saja, lihat bagaimana saya membangun kepercayaan masyarakat hingga sampai saat ini,” kata Misran ketika memulai pembicaraan dengan detikcom di rumahnya, Jalan Lintas Balikpapan-Handil II, Rt 47 Desa Kuala Samboja, Kecamatan Kuala Samboja, Kutai Kartanegara, Rabu, (21/4/2010).

Perjalanan hidupnya sebagai perawat dimulai ketika dia lulus Sekolah Pendidikan Keperawatan (SPK) Balikpapan tahun 1989. Jejak pertama dia torehkan sebagai perawat medis di sebuah perusahaan minyak asing selama 3 tahun. Dari pengalaman tersebut, kelak di kemudian hari, dia gunakan sebagai modal lobi dengan perusahaan asing untuk ikut membantu kesehatan masyarakat.

“Di situ saya sebagai junior medic yang mengurus 3 ribu kesehatan karyawan,” kisah suami Dewi Murni ini.

Usai 3 tahun, lelaki yang lahir pada 28 Oktober 1969 ini lantas mengikuti tes CPNS sebagai perawat dan lulus dengan penempatan di desa Handil Baru selama 2 tahun. Setelah itu, dia dipindahkan ke desa Tanjung Sembilang yang berpenduduk mayoritas nelayan.

Pantauan detikcom, jalan sepanjang 2 km menuju Tanjung Sembilang hanya dari
urukan tanah merah selebar 5 meter di atas rawa-rawa. Di sampingnya, terdapat
sungai kecil, selebar 3 meter yang di gunakan sebagai jalan utama jika musim
hujan karena jalan tanah tak bisa dilalui.

“Dulu, tahun 1993-an, saya harus berjalan kaki menapaki jalan setapak diatas
empang atau naik ketinting (sampan). Kalau tidak buaya, babi hutan atau biawak tiba-tiba muncul dan siap menyerang kita. Sekarang, kalau hujan turun, jalan tak bisa dilalui,” kenangnya.

Usai ditempatkan di Tanjung Sembilang selama 1,5 tahun, dia lalu dipindahkan ke Desa Handil Baru selama 1 tahun. Hingga akhirnya dia ditempatkan di Kuala Samboja yang berjarak sekitar 10 km dari tempat semula.

"Waktu itu, jalan masih hancur berlubang dengan akses susah terjangkau. Saya mengcover 3 desa. Di tempat inilah, saya mulai berpikir, ada apa dengan masyarakat. Kok enggan menjaga kesehatan,” kisahnya.

Langkah pertama adalah menginventarisir masalah. Pertama, dilema Perda yang
mengharuskan biaya maksimal Rp 1.500 sehingga tak cukup untuk menebus obat yang dibutuhkan. Langkah kedua, dia mulai mendekati masyarakat untuk mengetahui permasalahan mereka tentang kesehatan, salah satunya dengan door to door.

“Waktu itu, kunjungan ke Pusban 3 atau 4 pasien per bulan. Padahal, idealnya 2% dari penduduk atau 20 orang. Lantas, untuk mengetahui inti masalah, saya door to door untuk mengetahui kemauan masyarakat ,” tutur ayah dari Indah Ramdani, Sinthia, Bagus dan Nugroho ini.

Semua rancang manajemen kesehatanya tersebut di gerakan dari sebuah bilik papan Pusban seluas 6x8 meter. Tantangan penolakan dari masyarakat yang masih percaya kepada pengobatan tradisional magic membuatnya mengambil langkah mendekati tokoh masyarakat.

“Saya dengan tokoh masyarakat menjelaskan apa itu KB, kebersihan dan
lainnya. Kalau saya seorang yang menjelaskan, mana bisa warga percaya. Makanya saya ajak tokoh masyarakat,” bebernya.

Sayang gagasan cemerlang tersebut terkendala dana dari Pemerintah Daerah yang terbatas. Seperti untuk peralatan medis, renovasi bangunan dan obat-obatan. Namun, dia tak habis akal. Pengalamannya sebagai tenaga medis di perusahaan asing membuatnya sukses melobi mereka. Alhasil, beberapa perusahaan minyak asing menggelontorkan dana ratusan juta rupiah untuk melaksanakan idenya.

Kini, sebuah pusban dengan gedung senilai lebih dari Rp 500 juta berdiri megah di samping pusban sebelumnya yang terbuat dari papan. Gedung dari dinding batu bata bercat kuning gading tersebut nampak mencolok apablia melintasi jalan Balikpapan-Handil. Di dalam Pusban, terdapat ruang tunggu, ruang apotek, ruang bersalin, ruang arsip, ruang pemeriksaan dan ruang IGD, dapur dan toilet.

“Inilah hasil kerja keras saya untuk negeri ini,” akunya.

Kegigihan dan keuletan Misran di akui oleh Pemda Kutai Kartanegara. Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kutai Kartanegara, dokter Emi memberikan apresiasi setinggi-tingginya. “Dia memulai dari nol. Pusban nya dia bangun tanpa bantuan dari pemerintah sama sekali. Orangnya pandai sehingga beberapa perusahaan mendukung dan mensport idenya. Kini, Pusbannya merupakan pusban terbaik di Kutai Kartanegara,” testimoni dokter Emy kepada detikcom di kantornya, Kamis, (22/4/2010).

Sayangnya, hasil kesuksesan itu, Misran malah dipidana 3 bulan penjara karena ulah pelapor yang tidak senang dengan keberhasilanya. Hakim PN Tenggarong yang diketuai oleh Bahuri dengan hakim anggota Nugraheni Maenasti dan Agus Nardiansyah memutus hukuman 3 bulan penjara, denda Rp 2 juta rupiah subsider 1 bulan pada 19 November 2009.

Hakim menjatuhkan hukuman berdasarkan UU 36/ 2009 tentang Kesehatan pasal 82 (1) huruf D jo Pasal 63 (1) UU No 32/1992 tentang Kesehatan yaitu Mirsam tak punya kewenangan memberikan pertolongan layaknya dokter. Putusan ini lalu dikuatkan oleh PT Samarinda, beberapa pekan lalu. Akibat putusan pengadilan ini, 13 mantri memohon keadilan ke MK karena merasa dikriminalisasikan oleh UU Kesehatan.