Ngopi Neng Warung

Kasus Misran Drama Pedih Kebijakan Pemerintah

Kasus Misran, mantri desa Kuala Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan yang dipidana karena menolong warga menyita perhatian seluruh masyarakat. Menurut pengamat politik UI, Bonie Hargens, kasus tersebut merupakan salah satu drama pedih yang dipertontonkan pemerintah dalam mengurus kesehatan masyarakat.

"Ini drama yang sangat pedih. Dipertontonkan oleh pemerintah ditengah banyaknya tragedi keadilan di negeri ini, dari kasus hukum, politik dan kini kesehatan," ujar Bonie saat berbincang dengan detikcom, Jumat, (6/5/2010).

Kesehatan sebagai hak asasi manusia harusnya tidak terhalang oleh peraturan-peraturan yang membingungkan masyarakat. Terlebih, penerapan hukum oleh polisi, jaksa dan hakim yang tidak mengedepankan keadilan  menjadi pelengkap tragedi Misran tersebut.

"Sebagai sebuah kejahatan terstruktural, ini kan sudah sempurna. Pemerintah dan wakil rakyat membuat UU. Penegak hukumnya menerapkan UU. Dan lagi-lagi yang dikorbankan adalah warga yang membutuhkan kesehatan," bebernya.

Bonie yang ikut sidang Mahkamah Konstitusi kemarin, mengaku miris. Dirinya tak bisa membayangkan ada pasien yang harus dibawa dengan sampan hingga 3 hari 3 malam hanya untuk mendapat pertolongan dokter. Padahal, dilokasi pasien tersebut ada mantri yang standby 24 jam tapi tak boleh menolong karena larangan UU.

"Ini kan sangat miris dan memprihatinkan. Saat saya ikut sidang, benar-benar tak bisa berkata apa-apa. Janganlah Indonesia ditambah dengan tragedi kemanusiaan lagi," pungkasnya.

Misran dipidana 3 bulan penjara oleh PN Tenggarong lalu dikuatkan oleh putusan banding PT Samarinda dengan tuduhan tak berwenang menolong. Akibat putusan ini, Misran beserta 12 mantri desa lainnya mengajukan permohonan penghapusan kriminalisasi UU Kesehatan.

Dalam nota kesaksiannya di MK kemarin, Pemerintah lewat Kemenkes menilai UU tersebut sudah sesuai dengan konstitusi. Tapi dalam perersmian gedung baru RSCM, Menkes Endang Rahayu menyatakan sebaliknya, jika UU bermasalah maka perlu direvisi. "Kalau pasal itu bisa multiinterpretasi, berarti itu harus diperbaiki," ujar Endang siang ini.